Langsung ke konten utama

PENELITIAN FILSAFAT BERSAMA DR. DJOKO PRASETYO

PENELITIAN FILSAFAT BERSAMA DR. DJOKO PRASETYO

Oleh Ahmad Suhendra*
Berbicara mengenai teks suci keagamaan erat kaitannya dengan perihal penafsiran. Di dalam mata kuliah ini teks suci agama, terutama teks suci agama semitis atau abrahamic religions, menjadi objek material. Begitu juga dengan upaya penafsiran yang tidak dilepaskan dari hermeneutik sebagai metode penafsiran.


Penafsiran atas teks tidak hanya memberikan pemahaman atau upaya untuk memahami suatu teks tersebut. Namun, lebih dari itu, penafsiran (interpretation) merupakan upaya untuk memproduksi makna yang relevan pada zamannya. Selain itu, ketika melakukan upaya pembacaan atas teks itu harus terbebas dari idiologi tertentu. Karena untuk memproduksi suatu makna yang objektif, walaupun tidak dapat objektif secara utuh, sang penafsir harus melepaskan diri dari berbagai idiologi yang melekat padanya.

Di dalam tradisi Kristiani gereja memiliki peran sentral dalam penafsiran Alkitab. Gereja sebagai otoritas memegang kontrol atas penafsiran teks Alkitab, sehingga sangat otoritatif ketika terdapat perbedaan penafsiran. Penafsiran yang dilakukan oleh seseorang yang mencoba untuk mengeskplor Alkitab sesuai dengan kondisi sosio-kultural orang tersebut. Namun, penafsiran itu tidak sealur atau sedikit berbeda dengan hasil (produk) penafsiran gereja, maka penafsiran itu harus menyesuaikan dengan hasil penafsiran gereja.

Alkitab merupakan hasil ‘penafsiran’ atas kehidupan, aspek sosiologis, kultural, maupun politis, Yesus. Dengan begitu, Yesus bukan sebagai author Alkitab, tetapi justru dari kehidupan yang dialami oleh Yesus itulah yang dioralkan dan dibukukan menjadi Alkitab. Alkitab merupakan manifestasi dari pengalaman religius Yasus. Pengalaman religius itu menjadi sumber wahyu suci sebagai pedoman kehidupan keagamaan. Yesus merupakan pemikiran historis-idiologis yang terekam dalam Alkitab. Sebagaimana Fazlur Rahman memandang wahyu sebagai inspirasi.

Yesus mengalami berbagai interaksi social, budaya, politik, dan sebagainya, dari pengalaman empiris tersebut ‘dialihbahasakan’ ke dalam dunia verbal. Dari tradisi verbal itu terlahirlah, meminjam istilah M. Arkoun, corpus tertutup. Corpus tertutup yang sudah tidak berbicara dan tidak bergerak perlu dilakukan interpretasi-progresif agar corpus itu tetap dinamis dan kontekstual.

Ketika menafsirkan suatu teks tentunya tidak mengedepankan egoisme-kebenaran, sehingga tidak ada kebenaran hanya milik kalangan tertentu. Kebenaran itu hanyalah milik Tuhan, penafsir hanya mencoba untuk mengkontekstualisasikan teks yang ‘mati’ dengan konteks yang terus berkembang. Hal itu disebabkan, suatu paradigma tidak dapat dihakimi, karena memiliki pengalaman yang berbeda-beda. Sintesa tidak mesti memberikan penyelesaian masalah. Namun, justru ketika ada konflik, dari sana ada proses berpikir dan menghasilkan diskursus penafsiran yang baru.
*) Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RENUNGAN MULTIKULTURALISME

RENUNGAN MULTIKULTURALISME Oleh: Ahmad Suhendra Kerberagaman merupakan hal yang niscaya bagi kehidupan manusia dimana pun berada. karena pada setiap “diri-kepala” individu seseorang dilatarbelakangi dengan bermacam-macam unsur yang membentu sistem kehidupan dirinya. Dan dari bermacam-macam unsur yang membentuknya itu pada individu masing-masing seseorng tentunya berbeda dengan individu yang lainnya.dari kondisi tersebut melahirkan suatu tatanan subsistem pandangan yang berbeda, yang akhirnya melahirkan sistem kebudayaan yang berbeda dan beragam. Tentunya tidak hanya dalam kontek kebudayaan, tetapi dalam beberapa wilayah, semisal agama, bahasa, etnis, suku, dan sebagainya. Dengan demikian keberagaman merupakan keniscayaan yang tidak dapat terelakkan dan tidak dapat dihindarkan.

BIOGRAFI ULAMA: ULAMA YANG CENDEKIAWAN DARI GARUT

BIOGRAFI ULAMA KH. ANWAR MUSADDAD, GARUT Seorang ulama-intelektual yang berdedikasi untuk pengembangan lembaga ilmiah, namun tetap berdiri di atas tradisi pesantren. Keahliannya dalam Ilmu Perbandingan Agama tergolong langka di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU) pada masanya.   Lahir di Garut pada 3 April 1909, menempuh pendidikan di HIS (Hollandsche Indische School, setingkat SD pada zaman Belanda), MULO (setingkat SMP) Kristelijk di Garut, dan AMS (setingkat SMA) Kristelijk di Sukabumi. Setelah menamatkan pendidikan menengah di sekolah Katolik tersebut, ia belajar di Pesantren Darussalam Wanaraja, Garut selama dua tahun, kemudian pada 1930 melanjutkan studi ke Mekah dan belajar di Madrasah al-Falah selama sebelas tahun. 

Menggapai Mimpi (Sang Pemimpi Episode Ke-2)

Menggapai Mimpi (Sang Pemimpi Episode Ke-2) Karya Bersama Oleh Naelul Fauziah & Ahmad Suhendra Sekali lagi kubantingkan proposal beasiswaku diatas tempat tidur yang sudah lapuk dan berbau tidak sedap karena sudah terlalu lama didiamkan tidak dipakai, kali ini aku benar-benar pasrah, seluruh persediaanku untuk seminggu ini raib demi mengurus beasiswa yang tak jelas akhirnya seperti ini, kenapa aku masih berharap untuk melanjutkan magisterku ke negri yang terkenal dengan bunga sakuranya seharusnya aku bersyukur karena aku telah lulus dengan nilai tertinggi di Universitas Malaya dan itupun lagi lagi karena nasib sedang berpihak saja padaku, tapi apa buktinya, sampai saat ini proposal pengajuanku jadi dosen di Universitas Padjajaran pun tak ada kabar, sementara kontrakan butut ini pun sudah sebulan belum dibayar, minta pada umi dan abi dikampung tidak mungkin, mereka pun sangat kekurangan untuk membiayai si kecil husna yang sudah masuk sekolah dasar.