Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2015

Sastra itu ya diri kita

Sastra itu ya diri kita Di antara kita itu tidak ada yang sama. Tuhan menciptakan manusia dengan begitu indah. Keindahan itu tidak bisa diungkapkan dengan bahsa. Hanya bisa dirasakan dengan rasa. Karena begitu indahnya, tidak mungkin kita bisa menjelaskan seseorang. Maka ketika kamu melihat sosok orang, diungkapkan dengan bait-bait puisi itu hal yang luar biasa. Seorang sastrawan besar dari Pakistan, M. Iqbal, seorang muslim dan sastrawan besar dunia. Karya-karyanya luar biasa. Di disebut bintang dari timur. Lahir di Sialokot, 1877. Pemikiran besarnya tentang merekonstruksi pemikiran Islam. Dalam salah satu puisinya, Iqbal menulis: Bangunlah kerajaan cinta ditempatmu berdiam Ciptakan nama baru Fajar dan malam gemilau Tenunlah kata-katamu Puisi itu dimaksudkan untuk membebaskan bangsanya dari penjajahan. Puisi itu membangun semangat perjuangan orang-orang Timur. Indonesia memiliki pujangga terkenal bernama Ronggo Warsito. Beliau seorang santri sekaligus keturunan

Refleksi Sore

Refleksi Sore Majalah Bangkit Sore itu (24/4) di teras rumah, tiga orang santri sedang mendengarkan penjelasan pimpinan redaksi majalah bangkit. Dia menjelaskan tentang membangun peradaban maritim. Yang menarik adalah projek pemerintahan kabinet kerja ini digali dari sumber utama umat islam, al-Qur’an. “apakah di laut itu ada masjid? Atau bisa jadi ada perpustakaan?” Bagaimana respon al-Qur’an dalam membangun peradaban itu. Sahabat Usman bisa kaya itu karena dia bisa menguasai lautan. Di masa kekuasaannya Islam bisa tersiar jauh ke seberang daratan Arab. Tidak mungkin Islam sampai ke Indonesia, jika mereka tidak menguasai kemaritiman. Nah, itu semua pasti ada dalam al-Qur’an. Bagaimana al-qur’an membicarakan konsep itu? Bagaimana peradaban maritim itu dalam konteks kesejarahan Islam? Apa kontribusinya untuk pemerintahan sekarang? Pernah dengan hizb bahr? Saat itu pendiri tareqat sadziliyyah hendak ibadah ke tanah suci. Tapi di tengah samudra yang biru, beliau dihadang ole