IMAN DAN PERBUATAN
Oleh: Ahmad Suhendra
“La ilaha illallah, Muhammad al rasulullah”
Dua kalimat diatas merupakan suatu penyaksian mengenai keesaan Allah (sebagai Tuhan) dan kebenaran Nabi Muhammad saw. (sebagai utusan-Nya). Melalui penyaksian dan keyakinan (beriman) itulah kunci memasuki pintu Islam. Keyakinan yang dibentuk tersebut merupakan keimanan yang paling urgent dalam Islam dan dalam perihal keimanan. Sampai Nabi saw. bersabda:
“Iman itu tujuh puluh cabang lebih atau enam puluh cabang lebih yang paling utama adalah ucapan “la ilaha illallahu” dan yang paling rendah adalah menyingkirkan rintangan (kotoran) dari tengah jalan, sedang rasa malu itu (juga) salah satu caang dari iman.” (HR. Muslim, 1/63).
Hadis diatas menunjukkan bahwa iman mempunyai banyak cabang (bagian). Bagian iman yang banyak tersebut, diantaranya, yaitu: shalat, zakat, puasa, haji, amalan-amalan hati (seperti malu dalam berbuat jelek, takut kepada Allah, tawakkal, dan sabar), dan sebagainya. Namun terdapat yang paling utama adalah ucapan la ilaha illallah dan yang paling rendah adalah menyingkirkan rintangan dari jalan.
Mengapa ucapan la ilaha illallah dijadikan peringkat utama?karena kalimat tersebut merupakan ucapan formal keimanan kepada Allah. Dan tidak hanya, dilihat aspek kemudahan, untuk diucapkan (iqrar bi al lisan) semata-mata. Namun membutuhkan spirit spiritual, selain, dalam bentuk pembenaran dan keteguhan dalam hati (tashdiq bi al qalb), juga pembuktian dalam perbuatan (‘amal bi al arkan). Realisasi dalam perbuatan inilah yang dibilang cukup berat untuk sebagian orang. Baik berat untuk mengamalkan apa yang telah diyakininya maupun berat untuk mempertahankan keyakinan tersebut. Misalnya mempertahankan keimanan dalam kondisi skaratnya ekonomi, karena pada masa ini biasanya seseorang mulai goyah dan bimbang atas keyakinan yang dia pegang mengenai agama Islam, ataupun mempertahankan dalam menjalani ajaran Islam.
Indikasi bahwa perbuatan berhubungan dengan keimanan digambarkan oleh Rasulallah dengan perbuatan menyingkirkan rintangan sebagai iman yang paling rendah. Sehingga keimanan seseorang dapat mempengaruhi atau berdampak pada perbuatan yang shalih atau thalih, baik atau buruk, mendapat pahala ataupun dosa. Selain itu Nabi saw. juga pernah bersabda,
“Siapa orang diantara kamu sekalian yang melihat kemunkaran, maka hendaklah merubah (mencegah atau memberantas) kemunkaran tersebut dengan tangan (tindakkan atau kekuasaan), dan apabila kamu tidak mampu maka (rubahlah) dengan ucapan (nasihat), dan apabila kamu tidak mampu juga dalam hati (kamu membencinya). Dan sesungguhnya yang demikian merupakan hal yang paling lemah dalam iman”.
Bagi orang yang beriman kemunkaran adalah merupakan sesuatu yang mesti dirubah dan dicegah dari pembiakan di muka bumi. Hierarki respon atas kemunkaran tersebut yaitu: dari suatu tindakkan (action), beralih pada ucapan, atau beralih pada hal yang paling sederhana yakni benci dalam hati.
Tindakkan yang dilakukan bukanlah tindakkan yang anarkhis atau bertindak dengan kehendaknya sendiri (sa enake dewek), tetapi tindakkan secara hukum yang disertai pihak berwajib atau pihak pemerintah desa setempat. Karena, memang, perihal ini lebih pantas ditunjukkan bagi pemerintah yang mempunyai kekuasaan Negara secara strukutural, selain kita sebagai orang mukmin mesti ‘amal ma’ruf nahyi munkar. Tidak berbeda, dengan ucapan juga mesti dengan ucapan secara halus, dengan nasihat-nasihat agama, atau dengan peringatan-peringatan. Berdakwah dengan hikmah dan mau’idzah al hasanah itu lebih baik dan utama dibandingkan dengan suatu kekerasan yang tidak disadari hanya pelampiasan nafsu semata. Dan jika semuanya tidak bisa dilakukan, karena tidak sanggup atau tidak ada keberanian, maka cukup timbulkan rasa benci dalam hati atas kemunkaran tersebut. Sabda Nabi saw. benci atas kemunkaran dalam hati ini merupakan selemah-lemahnya iman.
Dari ilustrasi hadis Nabi saw. tersebut, dapat dinyatakan ketika iman seseorang kuat maka dalam setiap tindakkannya tidak akan melanggar rambu-rambu agama yang telah ditetapkan dalam Alquran dan Sunnah. Sebaliknya, ketika iman seseorang melemah dia akan melakukan pelanggaran atas rambu-rambu agama tersebut. Dan kekokohan iman yang tertanam dalam jiwa seseorang (mu`min) akan mengantarkan kepada hierarki spiritual yang lebih tinggi yakni takwa (muttaqin). Dan saat kita sudah bertaqwa, Allah akan menjadikan untuk kita suatu jalan keluar (solusi) dalam setiap problem yang dihadapi (yaj'al lahu makhraja), selain itu Allah juga akan memberikan rizki yang tak disangka-sangka oleh diri kita (rizq la yahtasib).
Oleh sebab itu istiqamah dalam ibadah dan amal shalih yang lainnya sangatlah penting untuk penyempurnaan iman. Selain itu, perlu adanya penyadaran diri dalam bentuk perbanyak istighfar (memohon ampun) atas ke-khilaf-an yang diperbuat. Iman diibaratkan sebuah pohon, jika iman ini dijaga dan dirawat maka akan merindangi orang yang menjadi pemiliknya dalam setiap tindakkan. Namun, sebaliknya, jika iman tidak dirawat maka kegersangan hidup akan dirasakan oleh pemilik iman tersebut*.
Komentar