Koran Buwana Nusantara News, I Desember 12
POHON
DAN KEHIDUPAN MANUSIA DALAM ISLAM
Ahmad
Suhendra*
Tanggal 21 November yang lalu diperingati sebagai hari pohon sedunia. Pohon
adalah makhluk Tuhan yang hijau. Dan memiliki peran vital dalam keberlangsungan hidup manusia.
Achmad Siddik
Thoha (2013) menyatakan bahwa pohon layak untuk
diperingati. Karena pohon menyimpan inspirasi dan harapan bagi
masa depan umat manusia di bumi.
Allah
menciptakan pohon dengan segudang manfaat untuk
kelestarian alam dan
keberlangsungan hidup seluruh makhluk. Gas yang kita hirup setiap saat merupakan produksi dari
pohon.
Pohon
juga berfungsi sebagai menyerap gas Karbondioksida (CO
) dan gas
beracun lainnya. Pohon juga memiliki peran sebagai
penampungan air alami dengan jumlah yang tidak sedikit.
Data
Statistik Kemenhut menunjukkan hutan di Indonesia mencapai 9,96 juta hektar
atau sekitar 52, 3% luas wilayah Indonesia. Tapi, luas itu kian hari kian
menyusut akibat pengalihan fungsi dan pembalakan liar.
Kemajuan teknologi dan kehidupan yang terus berkembang
menjadikan kebutuhan manusia pun bertambah. Pohon-pohon ditembangi untuk
kepentingan permukiman dan industri. Tidak sedikit pula terjadi pembalakan liar
(illegal logging) yang menambah berkurangnya lahan hijau.
Sehingga dapat kita katakan, jika tidak bisa menanam, janganlah menebang. Jika sudah bisa
menanam, jangan menebang melebihi apa yang sudah ditanam.
Islam
Rahmatan lil
‘Alamin
Salah
satu prinsip dalam Islam adalah menjadi rahmatan lil ‘alamin. Islam
memiliki visi menjadi rahmat tidak hanya untuk manusia,
tapi seluruh makhluk yang ada di alam ini.
Spirit
itu menghadirkan warna tersendiri dalam ajaran Islam. Dengan visi itu juga Islam menjadi agama yang memiliki kepeduliaan atas alam ini.
Hal itu bisa kita buktikan dalam kitab suci Islam,
al-Qr’an dan Hadis. Islam memasukkan pohon sabagai salah satu kosa kata yang ada dalam kitab suci al-Qur’an dan hadis.
Istilah
yang digunakan untuk menunjuk pohon adalah dengan kata syajar atau syajarah.
Menurut Quraish Syihab (2007) kata syajarah dalam al-Qur’an disebut
sebanyak dua puluh lima kali. Sekalipun konteks penyebutan syajarah di situ sangat beragam. Tapi
bagaimana ayat-ayat itu menunjukkan relasi antara manusia dan pohon itu sangat
bersifat komplementer.
Sebagai contoh dalam
surat Yasin [36]: 80, yang menyebutkan pohon yang hijau yang dimanfaatkan untuk kayu bakar. Kemudian surat
Ibrahim [14]: 24; yang menjadikan pohon sebagai perumpamaan kalimat yang baik (kalimah thayyibah).
Tidak
hanya dalam al-Qur’an, hadis juga banyak merekam tentang anjuran menanam dan
larangan menebang pohon. Salah satu hadis yang menjelaskan tentang anjuran
menanam adalah hadis Riwayat al-Bukhari melalui Anas bin Malik, Nabi bersabda “Tidak
ada seorang muslim yang menanam pohon atau tanaman (bertani), kemudian ada
burung, manusia atau binatang
ternak memakannya, kecuali
baginya itu sedekah.”
Apabila
hadis di atas direfleksikan dalam konteks saat ini, maka sebenarnya Islam sudah
lama menggembor-gemborkan penanaman pohon. Apapun yang dimakan atau diambil
dari yang kita tanam itu bernilai ibadah. Itu bukti dari apresiasi Nabi dalam
masalah lingkungan, terutama menanaman pohon.
Hadis
lain yang menerangkan
tentang ancaman bagi orang yang menebang pohon. Sebagaimana diriwayatkan Abu
Dawud melalui ‘Abdillah bin Hubsyi berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa
yang menebang sebatang sidr (sejenis pohon), Allah akan menundukkan kepalanya
di dalam neraka.” Pohon sidr (bidara) pada waktu itu sangat
dimanfaatkan oleh masyarakat Arab, mulai untuk berteduh sampai untuk kayu
bakar.
Menurut
pandangan Yusuf al-Qaradhawi (1997), sekalipun secara redaksional larangan hadis
itu mengkhususkan pada pohon sidr atau bidara. Tapi prinsip moral yang
terkandung di dalamnya bermakna general dan universal.
Tidak hanya mencakup pohon sidr dan
dalam konteks geografis di tanah Mekkah atau Madinah saja. Namun, prinsip
larangan ini berlaku di mana saja, dan pohon apa saja. Selama pohon itu sangat
dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar.
Contoh-contoh di atas merupakan sedikit dari banyaknya
ajaran Islam tentang pentingnya menjaga kelestarian pephonan. Ketika pohon
tumbuh dengan asri, maka alam ini pun akan lestari.
Merubah Paradigma
Islam memang sangat mengakui kedudukan manusia sebagai khalifah
di muka bumi. Bahkan, Allah menciptakan alam dan menundukkan lautan, udara dan
daratan untuk kehidupan manusia.
Tapi Islam juga tidak menafikan kerusakan di daratan
maupun di lautan itu akibat perbuatan manusia itu sendiri. Karena makna khalifah
itu berbeda dengan paradigma antroposentris yang memusatkan segalanya pada
manusia.
Khalifah menjadikan manusia sebagai ‘wakil’ Tuhan di muka bumi.
Di sisi lain, konsep khalifah juga menyertakan makhluk lain sebagai
bagian dari makhluk Tuhan yang harus dijaga keberadaannya.
Maka paradigma yang diusung Islam mencakup tiga aspek,
yakni aspek ketuhanan (habl min allah), kemanusiaan (habl min an-nas),
dan kealaman (habl min al’alam). Ketiga aspek itu harus berjalan secara
beriringan tanpa mengesamping satu sama lain.
Dengan paradigma itu dapat digunakan sebagai cara
berfikir dalam melestarikan pohon-pohon di muka bumi. Ini tidak lain untuk
keberlangsungan hidup kita dan anak cucu kita kelak. Maka melestarikan alam ini
menjadi kewajiban kita semua sebagai khalifah di muka bumi.
Komentar